Tinjauan Komprehensif Vaksinasi pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik
Aspek Imunologi, Efektivitas Klinis, dan Rekomendasi pada Tahap Pradialitik, Dialitik, dan Transplantasi Ginjal
dr. Ni Made Putri Purnama Dewi, M.Biomed., Sp.PD., FINASIM
NIM 2471221001
Pembimbing : Dr. dr. Yenny Kandarini, Sp.PD., KGH., FINASIM
Program Studi Subspesialis Penyakit Dalam Peminatan Ginjal dan Hipertensi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar 2025
Beban Global Penyakit Ginjal Kronik
Prevalensi Global
Penyakit ginjal kronik (CKD) merupakan masalah kesehatan global dengan beban yang terus meningkat. Data Global Burden of Disease tahun 2021 memperkirakan lebih dari 843 juta orang di dunia hidup dengan berbagai stadium CKD.
Angka prevalensi global berkisar antara 9–13%, menjadikannya salah satu penyebab utama kematian penyakit tidak menular ke-12 di dunia.
Situasi di Indonesia
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 melaporkan prevalensi CKD sebesar 0,38% atau sekitar 4 per 1.000 penduduk dewasa.
Indonesia Renal Registry (IRR) 2021 mencatat jumlah pasien aktif hemodialisis lebih dari 150 ribu, meningkat dua kali lipat dibanding 2015—menandakan meningkatnya populasi pasien dengan stadium akhir penyakit ginjal.
Infeksi: Ancaman Utama pada Pasien CKD
Morbiditas dan Mortalitas
Infeksi menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien CKD, selain komplikasi kardiovaskular.
Sekitar 30–50% pasien CKD yang menjalani rawat inap berkaitan dengan infeksi.
Risiko Kematian
Sekitar 20% kematian pasien dialisis terjadi akibat infeksi, menunjukkan besarnya dampak infeksi pada populasi ini.
Faktor Kontribusi
Disfungsi imun sekunder akibat uremia, penggunaan akses vaskular, prosedur invasif, serta imunosupresi pasca-transplantasi.
KDIGO dalam publikasi "Associations of CKD with Infectious Disease" menyebut bahwa CKD dan infeksi saling mempengaruhi dalam hubungan kompleks (CKD–CID Complex), di mana CKD melemahkan sistem imun sehingga memudahkan terjadinya infeksi, sementara infeksi dapat mempercepat progresi CKD.
Peran Krusial Vaksinasi pada Pasien CKD
Pasien gagal ginjal kronis memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan cenderung mengalami penyakit berat jika terkena infeksi. Sistem imun yang menurun dikombinasikan dengan paparan terhadap patogen yang lebih besar karena sering kontak dengan lingkungan medis menjadikan vaksinasi sangat penting pada populasi ini.
Vaksinasi menjadi strategi pencegahan infeksi yang cost-effective, namun efektivitasnya menurun pada pasien CKD karena gangguan sistem imun bawaan dan adaptif. Meskipun terjadi disfungsi imun, vaksinasi tetap memberikan manfaat pencegahan infeksi klinis yang berarti.
Pemahaman menyeluruh mengenai dasar imunologi, efektivitas klinis, dan rekomendasi vaksinasi pada pasien CKD baik pra-dialisis, dialisis, maupun pasca-transplantasi menjadi krusial dalam praktik nefrologi modern.

Poin Penting
Ada potensi berat dan kematian jika pasien gagal ginjal kronis tidak terproteksi dengan vaksin
Tujuan Tinjauan Pustaka
01
Mekanisme Imun pada CKD
Membahas secara komprehensif patofisiologi dan disfungsi sistem imun bawaan serta adaptif pada berbagai stadium penyakit ginjal kronik
02
Prinsip Vaksinasi
Menguraikan prinsip-prinsip dasar vaksinasi pada tahap pra-dialitik, dialitik, dan pasca-transplantasi ginjal
03
Bukti Efektivitas
Menyajikan bukti ilmiah terkini mengenai efektivitas klinis berbagai jenis vaksin pada populasi CKD
04
Tantangan Implementasi
Mengidentifikasi tantangan implementasi vaksinasi dan strategi peningkatan cakupan dalam praktik nefrologi
Patofisiologi CKD: Kondisi Paradoks
Inflamasi Kronik
Akumulasi toksin uremik seperti indoxyl sulfate, p-cresyl sulfate, dan advanced glycation end products (AGE) yang tidak dapat diekskresikan secara adekuat oleh ginjal.
Zat-zat ini bersifat pro-oksidatif dan pro-inflamasi, menyebabkan aktivasi makrofag, peningkatan reactive oxygen species (ROS), serta disfungsi endotel dan imun.
Imunosupresi Fungsional
Kondisi paradoks: inflamasi kronik dengan imunosupresi fungsional secara bersamaan.
Pasien CKD menjadi rentan mengalami infeksi bakteri, virus, serta respon imun yang lemah terhadap vaksinasi.
Disfungsi Imun Bawaan pada CKD
Neutrofil
  • Penurunan kemotaksis akibat gangguan ekspresi reseptor kemokin
  • Penurunan fagositosis karena stres oksidatif kronik
  • Fungsi oxidative burst berkurang
  • Berkontribusi terhadap infeksi berat: pneumonia, selulitis, sepsis
Makrofag
  • Profil pro-inflamasi kronik (↑ TNF-α, IL-6, CRP)
  • Kemampuan fagositosis menurun
  • Pelepasan sitokin berlebihan memicu malnutrisi, kakeksia, aterosklerosis
  • Tidak efisien membersihkan patogen
Sel Dendritik
  • Penurunan jumlah DC sirkulasi
  • Ekspresi molekul kostimulatorik menurun (CD80/CD86, MHC-II)
  • DC tidak matang gagal mengaktivasi sel T naif
  • Lemahnya aktivasi imun adaptif terhadap antigen vaksin
Gangguan Sistem Komplemen dan Barier
Sistem Komplemen
Aktivasi komplemen yang tidak terarah dapat memperparah kerusakan jaringan dan menurunkan efektivitas opsonisasi. Sistem komplemen yang seharusnya melindungi tubuh dari infeksi justru tidak berfungsi optimal pada pasien CKD.
Barier Fisik Terganggu
Kulit dan mukosa kering akibat uremia menjadi pintu masuk infeksi baru, terutama pada pasien hemodialisis dengan akses vaskular permanen yang meningkatkan risiko infeksi nosokomial.

Implikasi Klinis
Kombinasi gangguan komplemen dan barier fisik meningkatkan kerentanan terhadap infeksi bakteri gram positif maupun gram negatif
Disfungsi Sel T pada CKD
Penuaan Imun Dini
Premature immunosenescence: proporsi sel T naif menurun, sementara sel T memori meningkat
Aktivasi Kronik
Ekspresi tinggi molekul immune checkpoint seperti PD-1, menurunkan proliferasi dan sekresi IL-2 serta IL-21
Respons Lemah
Respons terhadap antigen baru termasuk antigen vaksin menjadi lemah dan kurang bertahan lama
Disfungsi Sel B dan Implikasi terhadap Vaksinasi
Gangguan Sel B
Sel B pada CKD mengalami penurunan jumlah sel matur dan sel memori, serta hambatan diferensiasi menjadi plasma sel jangka panjang.
Proses class switching dan affinity maturation terganggu akibat bantuan sel T helper yang tidak optimal.
Implikasi Klinis
Rendahnya tingkat serokonversi dan titer antibodi pada vaksin hepatitis B, influenza, dan pneumokokus pada pasien dialisis.

Konsekuensi Praktis
Diperlukan dosis vaksin lebih tinggi, jadwal percepatan, dan pemeriksaan titer antibodi berkala untuk memastikan proteksi
Dampak Disfungsi Imun terhadap Respons Vaksin
Presentasi Antigen Tidak Optimal
Sel dendritik tidak matur sehingga gagal mempresentasikan antigen secara efektif kepada limfosit
Proliferasi Limfosit Melemah
Sel T dan B tidak dapat berkembang biak dengan baik untuk membentuk respons imun yang adekuat
Pembentukan Memori Berkurang
Memori imun dan produksi antibodi jangka panjang tidak terbentuk secara optimal
Karena sistem imun sudah terganggu sebelum pasien memasuki fase dialisis atau transplantasi, pemberian vaksin pada tahap awal (pradialitik) cenderung menghasilkan respons imun yang lebih baik dibanding pemberian setelah terapi pengganti ginjal.
Strategi Mengatasi Respons Vaksin yang Menurun
1
Dosis Antigen Lebih Tinggi
Contoh: vaksin Hepatitis B 40 µg untuk pasien dialisis (dibanding 20 µg standar)
2
Jadwal Percepatan
Skema 0-1-2-6 bulan untuk memaksimalkan respons imun sebelum transplantasi
3
Pemeriksaan Titer Berkala
Monitoring anti-HBs untuk menentukan kebutuhan booster bila titer < 10 IU/mL
4
Booster Teratur
Pemberian dosis penguat sesuai jadwal untuk mempertahankan proteksi
Respons Antibodi: Perbandingan Populasi
Grafik menunjukkan perbedaan signifikan dalam pembentukan antibodi protektif antara populasi umum dengan pasien CKD. Pasien CKD, khususnya yang menjalani dialisis, memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai titer protektif dan mengalami penurunan antibodi yang lebih cepat.
Mekanisme Disfungsi Imun pada CKD
Ilustrasi komprehensif menggambarkan jalur-jalur yang terganggu pada sistem imun pasien CKD, mulai dari akumulasi toksin uremik, gangguan sel imun bawaan (neutrofil, makrofag, sel dendritik), hingga disfungsi sel T dan B yang menyebabkan respons vaksin suboptimal.
Dinamika Respons Vaksin pada Stadium CKD
Visualisasi menunjukkan penurunan progresif respons antibodi seiring penurunan fungsi ginjal. Pasien pada stadium awal CKD masih memiliki respons mendekati normal, namun respons menurun drastis pada pasien dialisis dan terutama pasca-transplantasi dengan imunosupresi.
Jalur Pembentukan Antibodi Pasca-Vaksinasi
Diagram ini mengilustrasikan proses kompleks pembentukan antibodi protektif setelah vaksinasi, mulai dari pengenalan antigen oleh sel dendritik, aktivasi sel T helper, stimulasi sel B, hingga produksi antibodi oleh sel plasma dan pembentukan sel memori jangka panjang—semua tahap ini mengalami gangguan pada pasien CKD.
Prinsip Dasar Vaksinasi pada Pasien CKD
Waktu Optimal
Vaksinasi idealnya diberikan sebelum pasien memasuki fase dialisis untuk memaksimalkan respons imun sebelum kerusakan sistem imun lebih lanjut
Keamanan Vaksin
Vaksin inaktif aman untuk semua tahap CKD. Vaksin hidup harus diselesaikan minimal 4 minggu sebelum transplantasi
Dosis dan Jadwal
Dosis lebih tinggi, jadwal percepatan, dan booster lebih sering diperlukan untuk mencapai titer protektif
Monitoring
Pemeriksaan antibodi setelah vaksinasi untuk menentukan kebutuhan booster, terutama pada pasien dialisis
Waktu Optimal Pemberian Vaksin
1
Tahap Pra-dialisis
Waktu ideal untuk vaksinasi karena kemampuan imun masih relatif baik. Respons antibodi optimal sebelum kerusakan sistem imun progresif
2
Tahap Dialisis
Vaksinasi tetap dianjurkan meskipun tingkat seroproteksi lebih rendah. Manfaat klinis berupa penurunan angka infeksi tetap signifikan
3
Sebelum Transplantasi
Seri vaksinasi inaktif sebaiknya diselesaikan sebelum transplantasi. Vaksin hidup minimal 4 minggu sebelum prosedur
Jenis Vaksin dan Pertimbangan Keamanan
Vaksin Inaktif
Vaksin inaktif, subunit, atau konjugat umumnya dianggap aman untuk pasien CKD termasuk pasien imunokompromis.
Dapat diberikan pada semua tahap CKD, termasuk pasca-transplantasi.
Vaksin Hidup
Vaksin hidup-attenuated sebaiknya dihindari terutama pada pasien dengan imunosupresi.
Harus diselesaikan minimal 4 minggu sebelum transplantasi, atau ditunda jika imunosupresi masih tinggi.
Contoh: vaksin influenza hidup (LAIV) tidak dianjurkan pada pasien transplant.
Vaksin Hepatitis B: Vaksin Prioritas Utama
Pasien CKD terutama yang menjalani dialisis memiliki risiko paparan virus hepatitis B (HBV) tinggi karena kontak dengan darah dan prosedur medis berulang. Prevalensi anti-HBc positif pada populasi hemodialisis Indonesia dilaporkan sekitar 12–17%.
60-70%
Serokonversi Pasien Dialisis
Lebih rendah dibanding >90% pada populasi umum
40 µg
Dosis Antigen
Dosis tinggi untuk pasien dialisis (vs 20 µg standar)
0-1-2-6
Skema Percepatan
Jadwal bulan untuk respons optimal
Strategi Vaksinasi Hepatitis B pada Tahap CKD
Pra-dialisis
Vaksin diberikan sedini mungkin sebelum dialisis. Kemampuan sistem imun lebih baik pada fase ini. Skema 0-1-2-6 bulan, diikuti pemeriksaan anti-HBs untuk memastikan seroproteksi ≥10 mIU/mL.
Dialisis
Dosis antigen lebih tinggi (40 µg IM) dengan jadwal 0-1-2-6 bulan. Kadar anti-HBs dipantau berkala karena antibodi menurun lebih cepat. Booster jika titer <10 mIU/mL.
Pasca-transplantasi
Idealnya rangkaian vaksin diselesaikan sebelum transplantasi. Jika belum lengkap, dapat diberikan setelah transplantasi ketika pasien stabil dan imunosupresi pada dosis pemeliharaan.
Bukti Klinis Vaksin Hepatitis B
Sebuah RCT terbaru (2024) membandingkan skema percepatan dengan skema standar pada pasien CKD stadium lanjut dan menunjukkan bahwa skema percepatan memberikan respons imun yang memadai serta aman.
Regimen yang disarankan adalah 40 µg IM pada bulan 0, 1, 2, 6 dengan pemeriksaan anti-HBs 1–2 bulan setelah seri lengkap.
Karena respons antibodi dapat menurun lebih cepat, pemantauan anti-HBs secara berkala sangat dianjurkan dan booster bila titer kurang dari ambang proteksi dianggap perlu.

Keamanan
Vaksin hepatitis B adalah vaksin inaktif berbasis subunit HBsAg rekombinan, sehingga aman diberikan pada semua tahap CKD. Tidak ada bukti kuat bahwa vaksin ini memperburuk fungsi ginjal atau menurunkan fungsi graft.
Vaksin Influenza: Pencegahan Tahunan Esensial
Vaksin influenza inaktif tahunan sangat dianjurkan untuk pasien CKD, dialisis, maupun transplantasi ginjal sebagai pencegahan komplikasi influenza seperti pneumonia. Infeksi influenza meningkatkan risiko hospitalisasi hingga 2,7 kali pada pasien CKD.
30%
Penurunan Mortalitas
Pemberian vaksin influenza inaktif tahunan terbukti menurunkan angka rawat inap dan mortalitas hingga 30%
1x
Frekuensi
Vaksinasi tahunan diperlukan karena antigen influenza berubah setiap musim
Implementasi Vaksin Influenza pada CKD
Pra-dialisis
Vaksin influenza inaktif direkomendasikan setiap tahun. Respons antibodi lebih baik pada tahap ini.
Dialisis
Vaksin tahunan merupakan intervensi protektif utama. Data klinis menunjukkan pasien yang divaksin memiliki angka rawat inap dan kematian lebih rendah.
Pasca-transplantasi
Direkomendasikan setiap tahun menggunakan vaksin inaktif. Vaksin hidup intranasal (LAIV) dikontraindikasikan karena risiko replikasi virus.

Catatan Penting: Meskipun respons antibodi sedikit lebih rendah pada pasien CKD, manfaat pencegahan komplikasi respirasi dan penurunan angka rawat inap jauh lebih besar.
Vaksin Pneumokokus: Melindungi dari Infeksi Invasif
CKD meningkatkan risiko penyakit pneumokokus hingga 1,5–3 kali dibanding populasi umum. Infeksi pneumokokus oleh Streptococcus pneumoniae dapat menyebabkan pneumonia, sepsis, dan meningitis—komplikasi yang sangat berbahaya pada pasien dengan imunitas menurun.
Jenis Vaksin
  • PCV15/PCV20: Vaksin konjugat dengan respons T-dependent yang lebih kuat
  • PPSV23: Vaksin polisakarida untuk cakupan serotipe luas
Bukti Efektivitas
Studi kohort terbaru (2024) melaporkan penurunan risiko rawat inap akibat pneumonia sebesar 20–30% pada penerima vaksin PCV.
Rekomendasi Vaksin Pneumokokus per Tahap CKD
Pra-dialisis
Dua pendekatan:
  1. PCV15 diikuti PPSV23 (interval ≥8 minggu)
  1. PCV20 dosis tunggal tanpa PPSV23
Vaksin konjugat menstimulasi respons imun T-dependent yang lebih kuat dan bertahan lebih lama.
Dialisis
Pola pemberian serupa, namun sering memerlukan booster PPSV23 setiap 5 tahun karena penurunan antibodi lebih cepat. Penting karena risiko pneumonia berat akibat malnutrisi, anemia kronik, dan paparan rumah sakit berulang.
Pasca-transplantasi
Vaksin pneumokokus tetap direkomendasikan karena imunosupresif kronik. Menggunakan jenis inaktif yang aman setelah kondisi stabil. Booster PPSV23 jangka panjang sesuai titer protektif.
Vaksin COVID-19: Tantangan dan Strategi
COVID-19 menimbulkan risiko morbiditas dan mortalitas yang jauh lebih tinggi pada pasien CKD dibanding populasi umum. Faktor risiko termasuk usia lanjut, penyakit komorbid (hipertensi, diabetes, penyakit kardiovaskular), dan disfungsi imun akibat uremia kronik.
80%
Seropositivitas CKD
Meta-analisis 81.348 pasien menunjukkan seropositivitas sekitar 80% pasca-vaksin COVID-19
88%
Respons Dialisis
Respons antibodi pasien dialisis lebih baik dibanding penerima transplantasi
37%
Respons Transplantasi
Penerima transplantasi menunjukkan respons paling rendah karena imunosupresi
Protokol Vaksinasi COVID-19 pada CKD
1
Pra-dialisis
Seri primer 3 dosis diikuti booster berkala. Respons antibodi cenderung lebih lemah dan menurun lebih cepat, sehingga booster sangat penting. Vaksinasi tidak boleh ditunda karena infeksi dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal.
2
Dialisis
Prioritas tinggi. Sebagian besar pasien mampu membentuk respons humoral dan seluler bermakna. Booster tambahan meningkatkan titer antibodi dan menurunkan risiko COVID-19 berat. Disarankan pemberian dosis setiap 6 bulan.
3
Pasca-transplantasi
Situasi paling menantang. Banyak pasien tidak mencapai imunitas memadai setelah 2 dosis. Protokol menyertakan dosis ketiga dan booster periodik. Meskipun sebagian tetap non-responder, pemberian booster tetap dianjurkan.
Rekomendasi umum CDC/ACIP dan PAPDI 2025: pemberian booster vaksin mRNA COVID-19 setelah tiga dosis primer untuk pasien dengan imunosupresi.
Keamanan Vaksin COVID-19 pada Populasi CKD
Profil Keamanan
Efek samping utama yang dilaporkan:
  • Nyeri lokal: 22%
  • Fatigue: 18%
  • Tanpa laporan kerusakan ginjal berat

Penting: Vaksin inaktif ini aman terhadap graft ginjal dan tidak meningkatkan risiko penolakan secara signifikan menurut data yang ada.
Booster ketiga meningkatkan seroproteksi hingga 90% pada pasien hemodialisis. Booster berkala diperlukan karena antibodi menurun dari waktu ke waktu, terutama pada pasien dengan imunitas terganggu.
Vaksin Zoster Rekombinan (RZV): Pencegahan Herpes Zoster
Risiko herpes zoster meningkat sekitar dua kali lipat pada pasien dengan CKD stadium ≥3 dibanding populasi umum. Herpes zoster terjadi akibat reaktivasi virus varicella-zoster laten pada ganglia saraf, dan risiko meningkat pada usia lanjut maupun kondisi imunosupresi—keduanya sangat umum pada pasien CKD.
Vaksin RZV
Vaksin subunit non-hidup yang mengandung glikoprotein E dari VZV dengan adjuvan AS01B. Aman untuk pasien dengan gangguan imunitas.
Dosis dan Jadwal
Diberikan dalam 2 dosis dengan interval 2 bulan (0 dan 2 bulan). Direkomendasikan untuk ≥50 tahun atau lebih muda bila imunosupresi tinggi.
Implementasi RZV pada Berbagai Tahap CKD
Pra-dialisis
Dapat diberikan lebih awal karena respons imun masih cukup baik, memungkinkan perlindungan maksimal sebelum transplantasi
Dialisis
Direkomendasikan karena kelompok ini mengalami immunosenescence dini dan risiko herpes zoster lebih tinggi. Tidak diperlukan penyesuaian dosis
Pasca-transplantasi
Dapat diberikan setelah melewati fase imunosupresi berat (3–6 bulan). Berbeda dari vaksin zoster hidup yang dikontraindikasikan, RZV aman
Efektivitas vaksin RZV pada populasi imunokompromis dilaporkan mencapai 68–90%, tergantung usia dan status imunologi pasien. Efek samping umumnya ringan: reaksi lokal dan gejala mirip flu.
Vaksin Td/Tdap: Perlindungan Dasar yang Esensial
Pasien CKD mengalami gangguan sistem imun yang meningkatkan risiko infeksi bakteri, termasuk infeksi akibat Clostridium tetani yang dapat timbul pasca-luka atau tindakan medis invasif. Vaksinasi tetanus–difteri–pertusis (Td/Tdap) merupakan bagian penting dari program imunisasi dasar yang perlu dipertahankan sepanjang perjalanan penyakit ginjal kronik.
Pra-dialitik
Mengikuti jadwal dewasa umum. Satu dosis Tdap menggantikan Td pada seri dasar. Seri: 0, 1, dan 6–12 bulan, diikuti booster Td setiap 10 tahun.
Dialitik
Tetap direkomendasikan dan aman (vaksin inaktif). Risiko infeksi luka tinggi karena kontak dengan lingkungan medis. Dosis standar IM 0,5 mL.
Pasca-transplantasi
Direkomendasikan 3–6 bulan pasca-transplantasi saat imunitas stabil. Aman diberikan bersamaan dengan vaksin lain di lokasi berbeda.
Vaksin Hepatitis A: Pencegahan Infeksi Fekal-Oral
Walaupun infeksi Hepatitis A virus (HAV) umumnya bersifat akut dan sembuh spontan, pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal berat infeksi HAV dapat menyebabkan perjalanan klinis yang lebih berat, dengan peningkatan risiko gagal hati akut dan perburukan status nutrisi.
Strategi Vaksinasi
Pemeriksaan antibodi anti-HAV IgG terlebih dahulu untuk menentukan status imun. Jika negatif, diberikan 2 dosis vaksin inaktif dengan interval 0 dan 6 bulan.

Pasien dialisis berisiko lebih tinggi terpapar melalui jalur fekal-oral di fasilitas kesehatan
Efektivitas Vaksin Hepatitis A pada CKD
90%
Pasien Pra-dialitik
Efektivitas vaksin mencapai lebih dari 90% pada tahap awal CKD
70-80%
Pasien Dialisis
Efektivitas menurun namun tetap memberikan proteksi signifikan
50-60%
Pasca-transplantasi
Efektivitas terendah tergantung derajat imunosupresi
Pemeriksaan titer antibodi anti-HAV 1–2 bulan setelah vaksinasi dapat membantu menentukan kebutuhan dosis tambahan pada pasien non-responder. Vaksin ini tidak berinteraksi dengan terapi antikoagulan atau eritropoietin.
Vaksin HPV: Pencegahan Kanker pada Populasi Risiko Tinggi
Infeksi Human Papillomavirus (HPV) berhubungan dengan lesi prakanker dan kanker anogenital, termasuk kanker serviks serta kanker orofaring tertentu. Risiko progresi lesi terkait HPV meningkat pada kondisi imunosupresi, dan penerima transplantasi organ padat memiliki risiko lebih tinggi untuk lesi serviks intraepitel derajat tinggi.
1
Pra-dialisis
Mengikuti rekomendasi usia nasional. Vaksin non-hidup berbasis virus-like particle (VLP) dari protein L1, aman untuk CKD. Tiga dosis (0, 1–2, 6 bulan) untuk usia >15 tahun.
2
Dialisis
Tetap aman dan direkomendasikan dalam rentang usia imunisasi atau dengan faktor risiko. Tidak perlu penyesuaian dosis. Pemberian sebelum transplantasi mencegah infeksi di masa mendatang.
3
Pasca-transplantasi
Sangat penting karena imunosupresi kronik meningkatkan risiko lesi prakanker persisten. Dapat diberikan ≥6 bulan pasca-transplantasi. Idealnya vaksinasi dilakukan sebelum transplantasi.
Vaksin MMR dan Varisela: Vaksin Hidup pada CKD
Vaksin MMR
Vaksin hidup-attenuated untuk campak, gondongan, dan rubela. Status kekebalan harus dinilai sebelum transplantasi. Bila seronegatif, dapat diberikan minimal 4 minggu sebelum transplantasi.
Kontraindikasi pasca-transplantasi karena risiko infeksi sistemik dari strain vaksin.
Vaksin Varisela
Vaksin hidup-attenuated untuk cacar air. Diberikan sebelum transplantasi bila pasien seronegatif. Dua dosis dengan interval 4–8 minggu.
Setelah transplantasi, gunakan vaksin zoster rekombinan (RZV) yang non-hidup untuk pencegahan reaktivasi.

Prinsip Penting: Semua vaksin hidup harus diselesaikan minimal 4 minggu sebelum transplantasi dan dimulainya terapi imunosupresif berat. Setelah transplantasi, vaksin hidup tidak boleh diberikan sampai pasien benar-benar lepas dari imunosupresi berat selama beberapa tahun.
Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Vaksinasi
Tantangan Cakupan Vaksinasi: Data Nyata
61.9%
Belum Divaksin Influenza
Studi di Turki (2025) menunjukkan mayoritas pasien CKD belum pernah divaksin influenza
60.9%
Belum Divaksin Pneumokokus
Tingkat cakupan vaksin pneumokokus juga sangat rendah pada populasi CKD
Faktor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan pasien adalah rekomendasi langsung dari tenaga kesehatan. Jika dokter atau perawat secara aktif merekomendasikan vaksinasi, tingkat penerimaan pasien meningkat secara signifikan.
Hambatan Implementasi Vaksinasi
Kesadaran Rendah
Lebih dari 60% pasien belum pernah divaksin influenza atau pneumokokus karena kurangnya pengetahuan tentang pentingnya vaksinasi
Kurang Rekomendasi
Tenaga kesehatan tidak secara proaktif merekomendasikan vaksinasi kepada pasien CKD dalam praktik rutin
Keterbatasan Akses
Akses terbatas terhadap vaksin dewasa di fasilitas layanan, terutama di daerah dengan sumber daya terbatas
Beban Administrasi
Kurangnya sistem pengingat vaksinasi dan dokumentasi yang terintegrasi dalam rekam medis elektronik
Strategi Peningkatan Cakupan Vaksinasi
Integrasi ke Layanan Rutin
Unit nefrologi dan dialisis perlu mengintegrasikan kegiatan imunisasi ke dalam alur pelayanan rutin: skrining status imunisasi awal, standing order di unit dialisis, dan pencatatan dalam rekam medis elektronik
Edukasi Komprehensif
Pelatihan tenaga kesehatan agar proaktif dalam merekomendasikan vaksin. Edukasi pasien dan keluarga tentang manfaat vaksinasi dan risiko infeksi
Koordinasi Interdisiplin
Koordinasi antara nefrolog, dokter penyakit dalam, tenaga vaksinasi, dan apoteker untuk memastikan tidak ada kelalaian pemberian vaksin
Sistem Pengingat Otomatis
Implementasi sistem pengingat booster otomatis berbasis rekam medis elektronik terbukti meningkatkan kepatuhan pasien terhadap jadwal vaksinasi
Indikator Mutu
Menjadikan cakupan vaksinasi sebagai indikator mutu pelayanan. Audit dan evaluasi rutin terhadap cakupan vaksinasi serta outcome infeksi